Selasa, 31 Mei 2016

Ku Hirup Udara Pasundan

Tanah Pasundan
Tlah lama tiada kutapaki
Hati yg gundah gulana
Sirna
Berkat udara yg cerah

Kuhirup perlahan
Udara yg tlah lama kunanti
Menyeruak rongga batin

Senyum itu
Kembali menari

Tatapan ramah
Sapaan merdu
Langkah perlahan

Ketenangan batin
Tanpa hingar bingar
Nusantara gemilang
Terpancar di kalbu

Tatapan mata syahdu
Tanpa kerling menggoda
Tetap mempesona

Kutatap tanah Pasundan
Dari langit
Aura menggelora
Angin malam
Berdesir indah

Kutatap lagi untuk kesekian lagi
Terasa sesak di dada
Haruskah segera berlalu

Perlahan ku tutup pintu hati
Langkah kaki yg berat
Gontai berlalu
Angkasa kehidupan
Kelana takdir
Masih harus mengalir deras

Kupandangi lagi wajahmu
Kuhirup lagi aroma semerbak
Kupejam mata
Semua harus berlalu
Takdir menakdir

31 Mei 2016.


·           *   *

Senyum Dalam Secangkir Bandrek

Kutuang bandrek ke dalam gelas
Terasa harum dan panas

Kupejam mata
Terasa sejuk
Hening malam
Menambah kesejukan hati

Terbayang wajah wajah semu
Tersenyum manis seperti nabi
Berkoar akan makna pengabdian

Rangkaian kata demi kata
Lenyap tanpa kesan
Semua hanyalah ajang kemunafikan
Tepuk riuh
Dengan tatapan hampa

Betapa mahal harga kesejatian
Bahkan untuk sekejap harga diri
Patriotisme semu
Luka di dada
Luka di atas luka

Kembali kuteguk bandrek yg mulai dingin
Masih tetap terasa pedas
Segalanya masih panggung sandiwara

Hanya senyummu yg masih sejati
Senyummu di ambang batas
Senyum yg menyertai di setiap mimpi mimpi
Senyum manis dari surga
Senyum bidadari

Kupejam mata untuk sekejap lagi
Memastikan senyum itu masih hadir
Kuteguk bandrek yg tinggal setetes
Kubuka mata
Senyummu terus menari

Kukecup manis senyummu
Teruslah tersenyum
Manisku 

20 Mei 2016


·          *  *

Senin, 28 Maret 2016

Lirih Suaramu

Alunan merdu
Mendayu
Suara itu
Bibir merah

Angin malam
Kerlap kerlip bintang
Gemuruh batin

Perlahan dikau berdiri
Mengikuti alunan lagu
Menghentak
Merindu
Mendayu
Mengalun sendu

Tatapan tanpa makna
Ada yg tersembunyi
Di balik alunan suaramu
Rindu dendam
Akan kasih

Malam semakin malam
Larut akan suasana
alunan nada tiada mengenal waktu
Ku rengkuh bahumu
Ku rengkuh jiwamu
Ku rengkuh batinmu

Bola mata itu
Tak kuasa ntuk berucap
Tak perlu swara tangis
Cukup getar alunan nada
Cermin hati yg galau

Teruslah bernyanyi
Bangau kecilku
Ku tak perlu senyum manis itu


20 maret 2016

*   *   *

Perih Di Matamu

Perlahan ku peluk dirimu
Bagai bidadari
Tanpa sehelai dedaunan

Wajahmu tampak pasrah
Terbayang kabut di matamu
Namun dikau tetap tersenyum
Bibir merah itu
Merekah merona

Terasa dingin
Aroma tubuhmu
Diterpa angin malam
Semilir lirih

Matamu terkatup
Ayunan gelombang laut
Membuatmu hanyut
Dalam gairah malam

Indah tubuhmu
Memabukkan kalbu
Betapa kuragu
Adakah nuranimu hadir
Dalam setiap ayunan ombak

Mata itu tetap terkatup
Bibir itu semakin menahan jeritan
Adakah sakit di hatimu
Adakah nuranimu menyadari
Betapa ku rindu manyun tangismu

Tangis itu reda perlahan
Senyummu mulai terbit
Ombak laut reda perlahan
Ada perih di hatiku

Ku tatap punggungmu yg mengkilat
Ku tatap peluh yg menetes
Betapa kini kusadari
Betapa anggun dirimu
Tanpa sehelai dedaunan

Ku tak kuasa menahan takdir
Dirimu adalah takdir
Senyummu adalah takdir

Kutatap ayunan langkahmu
Yang semakin jauh melangkah
Selamat meniti takdir
Merpati kecilku

19 maret 2016


*   *   *

Sisa Hangat Pelukmu

Air hangat itu
Perlahan
Menyisir punggungku

Ku pejam mata ini
Masih terasa
Sisa hangat pelukmu

Bahumu yg begitu dingin
Rona pipi yg tak lagi merah merona
Kerling mata yg tak lagi menggoda
Dan lenggok yg tak lagi berayun
Semua sirna

Namun hangat pelukmu
Begitu berarti
Mengisi relung hati
Yg tlah lama hampa

Air panas itu
Tlah lama berhenti
Menyisir punggungku
Ku teregun
Tanpa kusadari
Dikau tlah lama berlalu
Sisa hangat pelukmu
Seakan tak jua berlalu

Kususuri gelap malam
Semilir angin dingin
Takkan pernah bisa mengusir
Hangat pelukmu

Senyummu tlah lama sirna
Tinggal hangat pelukmu
Yg tersisa di kalbu ini
Ribuan jejak langkah
Tanpa terasa
Menemani gelap malam

Di antara sisa hangat pelukmu
Ku rindu senyummu

13 Januari 2016.


·           *   *

Jumat, 19 Februari 2016

Kalijodo

Ada lenggok aduhai
Pinggul menggoda
Bibir ranum diselipi rokok
Tatapan hampa
Di tengah senyum sumringah

Hentakan musik
Jingkrak sana sini

Deritan ranjang
Guling sana sini

Malam gelap gulita
Ramai tak terperikan

Ku tatap wajah wajah tak berdosa
Dosa yg hanya menjadi akibat kejamnya kota
Dosa akibat negeri gemah ripah loh jinawi
Dosa di atas sesuap nasi

Sebentar lagi
Kalijodo menyusul kakaknya Gang Dolly

Takdir di depan mata
Kaum urban menitikkan air mata
Entah besok kan ada harapan
Ntuk berjalan gemulai lagi
Atau hanya berjalan lunglai

Negara wajib mengasuh kaum faqir miskin
Itu kata konstitusi
Namun negara sibuk mengurus korupsi
Bukankah KPK utk ngurus koruptor ?

Akankah mantan penghuni Kalijodo kan diurus ?
Bukankah mereka juga pemilik sah negeri ini

Duhai bapak bijak bestari
Pakai nurani, jangan pakai topeng


17 februari 2016

Rabu, 03 Februari 2016

Sisa Hangat Pelukmu

Air hangat itu
Perlahan
Menyisir punggungku

Ku pejam mata ini
Masih terasa
Sisa hangat pelukmu

Bahumu yg begitu dingin
Rona pipi yg tak lagi merah merona
Kerling mata yg tak lagi menggoda
Dan lenggok yg tak lagi berayun
Semua sirna

Namun hangat pelukmu
Begitu berarti
Mengisi relung hati
Yg tlah lama hampa

Air panas itu
Tlah lama berhenti
Menyisir punggungku
Ku teregun
Tanpa kusadari
Dikau tlah lama berlalu
Sisa hangat pelukmu
Seakan tak jua berlalu

Kususuri gelap malam
Semilir angin dingin
Takkan pernah bisa mengusir
Hangat pelukmu

Senyummu tlah lama sirna
Tinggal hangat pelukmu
Yg tersisa di kalbu ini
Ribuan jejak langkah
Tanpa terasa
Menemani gelap malam

Di antara sisa hangat pelukmu
Ku rindu senyummu


 13 Januari 2016