Kamis, 20 Agustus 2015

Bila Haus Di Padang Tandus

Ke mana aku mengadu
Pengembaraan tiada akhir
Melanglang buana
Gurun pasir tiada batas
Terik mentari tiada terperikan
Terasa haus menerpa
Betapa lara terasa
Fatamorgana laksana mukjizat

Oase setitik peluh
Aku rindu kamu

Wahai para insan bijak mentari
Di mana engkau kini
Nama tanpa wujud
Laksana peri di ujung pelangi
Engkau indah di hati
Namun tak kunjung tiba
Ataukah engkau telah meninggalkan buana
Menuju Valhalla

Lihatlah alam nestapa ini
Pasir dan debu di mana-mana
Tetesan sorga di bumi
Kini tinggal kenangan
Gurun pasir menjelma
Onta menjerit
Kalajengking berlinang air mata
Domba gundah gulana

Pengembara menapaki langit
Kenapa langit menjadi hitam
Siapa gerangan yang mengganti warnanya
Betapa tiada indah lestari
Bintang gemintang sirna ke mana
Rembulan merajuk cemas

Kami para pengembara
Tukang becak
Pedagang kaki lima
Pelacur jalanan
Pengamen
Waria
Buruh
Mbok jamu
Pengemis tua
Petani kecil
Nelayan
Pencopet
Provokator bayaran
Berlinang air mata
Merindukan setetes embun pagi
Kenapa pagi tiada menjelma
Adakah malam akan terus beradu
Dan sang fajar takkan datang lagi

Gurun pasir yang tiada batas
Adakah engkau marah pada kami
Bukan kami membencimu
Kami cuma haus
Limpahkanlah seteguk zamzam
agar kami mencintaimu
Hari demi hari

Kami cuma butuh minum
Kami tak butuh permata
Kami tak butuh tahta
Kami tak butuh kursi
Kami tak butuh kekuasaan
Kami tak butuh partai
Kami tak butuh dekrit presiden
Kami tak butuh sidang istimewa
Kami tak butuh itu semua

Kami cuma butuh minum
Agar kami bisa menari
Diiringi swara mahadewi
Menikmati indahnya sorga dunia
Di atas rerumputan laksana permadani

Kami cuma butuh minum.

15 November 2001

*   *   *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar